إعدادات العرض
Wahai sekalian manusia! Siapa yang mengetahui sesuatu, maka hendaklah ia mengatakannya. Namun siapa yang tidak mengetahui, maka hendaklah ia mengatakan, ‘Hanya Allah yang paling mengetahui’, karena merupakan bagian dari ilmu jika (seseorang) mengatakan terhadap hal yang tidak diketahuinya,…
Wahai sekalian manusia! Siapa yang mengetahui sesuatu, maka hendaklah ia mengatakannya. Namun siapa yang tidak mengetahui, maka hendaklah ia mengatakan, ‘Hanya Allah yang paling mengetahui’, karena merupakan bagian dari ilmu jika (seseorang) mengatakan terhadap hal yang tidak diketahuinya, ‘Allāhu a’lam (Hanya Allah yang paling mengetahui).
Dari Masruq, ia berkata, Kami pernah masuk menemui Abdullah bin Mas’ud -raḍiyallāhu 'anhu-, maka beliau berkata, "Wahai sekalian manusia! Siapa yang mengetahui sesuatu, maka hendaklah ia mengatakannya. Namun siapa yang tidak mengetahui, maka hendaklah ia mengatakan, ‘Hanya Allah yang paling mengetahui’, karena merupakan bagian dari ilmu jika (seseorang) mengatakan terhadap hal yang tidak diketahuinya, ‘Allāhu a’lam (Hanya Allah yang paling mengetahui)." Allah -Ta'ālā-berfirman kepada Nabi-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Katakanlah (Muhammad), "Aku tak meminta balasan dari kalian dan aku bukanlah orang yang memberat-beratkan diri’.”
[Hadis sahih] [Diriwayatkan oleh Bukhari]
الترجمة
العربية বাংলা Bosanski English Español فارسی Français Русский Tagalog Türkçe اردو 中文 हिन्दी සිංහල ئۇيغۇرچە Hausa Kurdîالشرح
Makna hadis ini: Jika seseorang ditanya tentang sesuatu yang diketahuinya, maka hendaklah ia menjelaskannya kepada orang lain dan tidak menyembunyikannya. Namun jika ia ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, maka hendaknya ia mengatakan, “Allāhu a’lam (Hanya Allah Yang Maha tahu)” dan tidak memaksakan diri untuk menjawabnya. "Karena merupakan bagian dari ilmu jika (seseorang) mengatakan terhadap hal yang tidak diketahuinya, ‘Allāhu a’lam (hanya Allah yang Maha tahu)’, maksudnya: bahwa merupakan bagian dari ilmu jika seseorang mengatakan terhadap apa yang tidak diketahuinya, “Allāhu a’lam”, karena yang mengatakan “Saya tidak tahu” dan ia memang tidak tahu, dialah ulama yang sebenarnya, yang mengetahui kadar dirinya, mengetahui kedudukannya, dan bahwa ia adalah orang jahil, sehingga ia mengatakan “aku tidak tahu” terhadap perkara yang tidak diketahuinya. Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal: “Maka sesungguhnya lebih menunjukkan keilmuan seseorang dari kalian ketika ia mengatakan terhadap hal yang tidak diketahuinya, ‘Allāhu a’lam’ (Hanya Allah yang Maha mengetahui).” Lalu Ibnu Mas’ud -raḍiyallāhu 'anhu- berdalil dengan firman Allah -Ta'ālā-, "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mengada-ada (memberat-beratkan diri)." Maksudnya: aku tidak meminta dari kalian imbalan terhadap wahyu yang aku bawa kepada kalian, aku hanya menunjukkan kebaikan pada kalian dan menyeru kalian kepada Allah -'Azza wa Jalla-. "aku bukanlah termasuk orang-orang yang mengada-ada (memberat-beratkan diri)", maksudnya (aku) bukan termasuk orang yang memberatkan kalian atau orang yang berkata tanpa ilmu. Kesimpulannya bahwa seseorang tidak boleh berfatwa kecuali layak untuk berfatwa, dan bila Allah -Ta'ālā- menginginkannya untuk menjadi imam di tengah manusia, memberi fatwa dan menunjukkan mereka ke jalan lurus maka itu akan terwujud. Dan bila Allah tidak menginginkan itu maka kenekatannya untuk berfatwa tidak akan membuahkan apa-apa selain celaka di dunia dan akhirat.التصنيفات
Adab Orang Berilmu dan Penuntut Ilmu